Perubahan social
1. Bidang Budaya
Salah satu suku di pedalaman NTT
terdapat peradaban suku Sikka, berikut ini tersaji upacara pernikahannya,
sebagai bentuk kepedulian bangsa dalam melestarikan suku budaya dalam konteks
perkawinan. Agar nilai nilai luhur budaya dapat diwariskan kepada generasi
secara utuh.
URUSAN perkawinan antara pria dan
wanita merupakan pertalian yang tidak dapat dilepaskan. Hubungan yang menyatu
itu terlukis dalam ungkapan Ea Daa Ribang,
Nopok, Tinu daa koli tokar (Pertalian ke krabatan antara kedua belah pihak akan berlangsung terus menerus dengan saling memberi dan menerima sampai kepada turun temurun.
Nopok, Tinu daa koli tokar (Pertalian ke krabatan antara kedua belah pihak akan berlangsung terus menerus dengan saling memberi dan menerima sampai kepada turun temurun.
Norma-norma yang mengatur
perkawinan ini dlam bahasa hukum adat yang disebut Naruk dua-moang dan kleteng
latar yang tinggi nilai budayanya. Ungkapannya antara lain :
- Dua naha nora ling, nora weling
- Loning dua utang ling labu weling
- Dadi ata lai naha letto -wotter
- Dua naha nora ling, nora weling
- Loning dua utang ling labu weling
- Dadi ata lai naha letto -wotter
Artinya: Setiap wanita mempunyai nilai, punyai
harga, sedangkan sarung dan bajunya juga mempunyai nilai dan harga, sehingga
setiap lelaki harus membayar.
Ine io me tondo
Ame io paga saga
Ine io kando naggo
Ame io pake pawe
Ibulah yang memelihara dan membesarkannya
Ayah yang menjaga dan mendewasakannya
Dan ibu pula yang memberikannya perhiasan
Ayah memberikannya sandang.
Ame io paga saga
Ine io kando naggo
Ame io pake pawe
Ibulah yang memelihara dan membesarkannya
Ayah yang menjaga dan mendewasakannya
Dan ibu pula yang memberikannya perhiasan
Ayah memberikannya sandang.
Ungkapan ini memberi keyakinan bahwa martabat wanita sangat dihargai, oleh karena itu maka pihak klen penerima wanita Ata lai harus membayar sejumlah belis kepada klen pemberi wanita ata dua sesudah itu baru dinyatakan perkawinan seluruh prosesnya syah.
Di Sikka /Krowe umumnya bentuk
perkawinan adalah patrilinial, sedangkan yang matrilinial hanya terjadi di
wilayah suku Tanah Ai di kecamatan Talibura.
Tahap-tahap perkawinan dapat
dilakukan seraya memperhatikan incest dan perkawinan yang tidak dilarang itu
maka ditempulah beberapa tahapan:
(1) Masa pertunangan.
Semua insiatif harus datang dari pihak laki-laki, kalau datang dari pihak wanita maka selalu disebut dengan unkapan waang tota jarang atau rumput cari kuda atau tea winet (menjual anak/saudari)
Semua insiatif harus datang dari pihak laki-laki, kalau datang dari pihak wanita maka selalu disebut dengan unkapan waang tota jarang atau rumput cari kuda atau tea winet (menjual anak/saudari)
Seorang gadis dibelis dalam enam bagian: Kila, belis
cicin kawin; djarang sakang, (pemberian kuda); wua taa wa gete, bagian belis
yang paling besar dan mahal; inat rakong, belis lelah untuk mama; bala lubung,
untuk nenek; ngororemang (mereka yang menyiapkan pesta).
(2) Perkawinan
Sebelum abad 16 di desa Sikka/Lela perkawinan biasanya hanya diresmikan di Balai oleh raja atau pun kadang-kadang di rumah wanita, setelah semuanya sudah siap maka acara perkawinan ditandai dengan mendengar kata-kata pelantikan dari raja, wawi api-ara pranggang, kata-kata yang diucapkan adalah:
Sebelum abad 16 di desa Sikka/Lela perkawinan biasanya hanya diresmikan di Balai oleh raja atau pun kadang-kadang di rumah wanita, setelah semuanya sudah siap maka acara perkawinan ditandai dengan mendengar kata-kata pelantikan dari raja, wawi api-ara pranggang, kata-kata yang diucapkan adalah:
Ena tei au wotik weli miu, hari ini ku beri kamu
makan wawi api ara pranggang, daging rebus dan nasi masak miu ruang dadi baa
nora, jadikanlah kamu istri lai, dan suami lihang baa nora lading, dan
terikatan seluruh keluarga gae weu (eung) miu ara, makanlah kamu nasi ini
pranggang, agar menjadikan istri dan dadi baa wai nora lain, suami minulah saus
daging minu eung wawi api, ini agar eratlah genang lihang nora ladang, seluruh
keluarga.
Ucapan itu diiringi penyuapan
daging dan sesuap nasi oleh tuan tanah/raja kepada kedua mempelai. Pada waktu
masuk agama Katolik, maka ungkapan-ungkpan di atas tetap dipakai namun proses
penikahan sesuai dengan aturan agama Katolik dan diberkati oleh pastor.
Ada beberapa tahap dari acara
perkawinan secara adat Sikka/Krowe:
- Kela narang, pendaftaran nama calon pengantin di kantor paroki yang dihantar oleh orang tua masing-masing bersama dengan keluarga.
- A Wija/A Pleba, keluarga ata lai melaukan kegiatan mengumpulkan mas kawin secara bersama-sama dengan keluarga
- Dipihak ata dua terjadi pengumpulan bahan-bahan pesta untuk membuat sejenis kue tradisional yaitu bolo pagar dan mendirikan tenda pesta.
- Sebelum ke gereja keluarga berkumpul di rumah mempalai wanita. Keluarga penerima wanita atau ata lai bertugas menjaga kamar pengatin.
- Tung /tama ola uneng, acara masuk kamar pengantin jam 21.00-22.00 malam diiringi kedua ipar masing-masing. Pengatin pria/wanita di hantar ke kamar oleh Age gete dengan nasehat kalau sudah ada di kamar bicara perlahan-lahan
- (6) Weha bunga sekitar jam 05.00 pagi para pengawal kamar pengantin, ae gete dari keluarga ata lai menaburkan bunga pada kamar pengantin sebagai lambang harum semerbak bagi kedua pengantin. (www.tamanbudayantt.net/inimaumere.blogspot.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar